Presiden
Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) Indonesia Chapter,
Gatot Trihargo menyanyangkan budaya anti fraud di Indonesia masih
lemah, sehingga angka korupsi masih tinggi. Hal itu tergambar dari paying
hukum yang ada masih minim dan hanya industri perbankan dengan peraturan Bank
Indonesia ( PBI) yang menegaskan budaya anti fraud.
“Budaya
anti fraud yang sudah tersistematik baru di ada diperbankan dengan
PBI- nya dan di monitor Bank Indonesia. Seharusnya hal itu diimplementasikan di
tempat- tempat lain, “ ujar Gatot usai seminar nasional “Anti Fraud
Culture” di Jakarta, Rabu ( 21/11/12).
Ia
dan rekan- rekannya yang tergabung dalam ACFE mendorong untuk menerapkan budaya
anti fraud di semua sektor, baik publik maupun private. “Di
pemerintahan sudah ada instruksi anti korupsinya, nah tinggal dimasukan
budaya anti fraud-nya disana, karena fraud lebih luas ketimbang
korupsi, “ ujarnya
Titik
lemah budaya anti fraud yang ada di lini pencegahan ataun preventif.
Kalau sudah di audit, fraud itu sudah terjadi. Sebaiknya dan harus
ditekankan pada pencegahannya. Sebelum terjadi, fraud kita harus
awearness,” katanya.
Pencegahan
anti fraud juga terkendala jumlah pemegang CFE (certified fraud
examiners) yang di Indonesia baru 500an. Mereka itu sebagian besar di lembaga
pemeriksaan, seperti BPK memiliki 127 pemegang CFE, BPKP 90 CFE,
KPK 90 dan di KAP serta kementerian lembaga. Sehingga jika secara hitungan
kasar, di setiap kementerian lembaga serta BUMN hanya ada satu orang yang
bersertifikat CFE, padahal mereka yang harus mengawangi budaya anti fraud.
Idealnya,
kata Gatot setiap kementerian dan lembaga ada 5 -10 orang penyandang gelar CFE.
Kalau hanya seorang tidak akan bisa mengembangkan ilmunya, apalagi seorang
penyandang CFE dalam melakukan investigasi perlu eksperstis “ jadi soal audit
dia bisa lebih dalam lagi , dan kalau setiap terindikasi akan ada fraud dia
bisa langsung menyampaikan kepada majamen untuk segera mengambil kebijakan, “
katanya. (Zis)***
Opini :
fraud
adalah proses pembuatan, beradaptasi, meniru atau benda, statistik, atau
dokumen-dokumen, dengan maksud untuk menipu. Kejahatan yang serupa dengan
penipuan adalah kejahatan memperdaya yang lain, termasuk melalui penggunaan
benda yang diperoleh melalui pemalsuan.
penyimpangan
kecurangan (fraud) dapat dilakukan baik oleh manajemen puncak maupun pegawai
lainnya dengan untuk mendapatkan keuntungan, dengan cara melakukan
tindakan-tindakan kriminal seperti korupsi, kolusi, penipuan, dan lain
sebagainya. Penyebab terjadinya fraud itu sendiri dibagi menjadi tiga yaitu
motivasi, sarana dan kesempatan.
Pada artikel diatas dituliskan bahwa anti fraud
di Indonesia masih lemah. menurut saya kenapa anti fraud di indonesia masih
lemah karena kurangnya kesadaran dari staf pegawai sampai manajemen puncak mengenai
apa itu fraud. Kesadaran untuk melakukan tindakan anti
fraud dapat diawali dengan memberikan pengertian yang lebih tentang kerugian
dan dampak fraud. Setelah itu, seiring dengan kesadaran yang meningkat, maka
diupayakan untuk menghilangkan penyebab fraud. Kemudian melakukan tindakan
hukuman dan penghargaan untuk lebih mempercepat peningkatan kesadaran dan
budaya kerja tanpa fraud. Dan untuk mengatasi fraud itu sendiri dapat dilakukan
dengan dikontrol dan diijaga seperti mengendalikan suasana kerja yang baik di
lingkungan kerja, memperketat sistem pengawasan internal. Dan untuk
pencegahannya seharusnya pemerintah dan perusahaan yang lain menaruh orang
dengan gelar CFE sebanyak 5-10 agar dapat mengatasi fraud dengan benar lagi.
0 komentar:
Posting Komentar