Rabu, 12 Oktober 2011

Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pada PT. Ika Utama Transfer Express

Diposting oleh depi di 08.11 0 komentar
1.Pendahuluan

Seperti halnya negara lain di dunia, Indonesia disamping menyelenggarakan pemerintahan umum juga melaksanakan pembangunan. Untuk melaksanakan pembangunan tersebut diperlukan dana yang terus meningkat sejalan dengan peningkatan volume dan dinamika pembangunan itu sendiri. Dalam rangka pemenuhan pembiayaan negara baik untuk belanja rutin maupun pembangunan, sumber penerimaan dalam negeri diluar migas semakin ditingkatkan pencapaiannya melalui penerimaan dari sektor pajak, sekaligus menjaga kemantapan dan kestabilan pendapatan negara.
Dari segi ekonomi, pajak merupakan perpindahan sumber daya dari sektor privat ke sektor publik. Bagi sektor publik, pajak akan digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara baik pengeluaran rutin maupun pembangunan, sedangkan bagi sektor privat, pajak dipandang sebagai beban. Perbedaan keadaan ekonomi, budaya dan sejarah suatu negara berdampak kepada pola perpajakan Negara tersebut. Pajak Penghasilan Orang Pribadi umunya sulit dipungut dalam masyarakat yang banyak penduduknya, dikarenakan penyebaran penyebaran penduduk yang tidak merata dan tingkatan penghasilan yang berbeda. Untuk itu diperlukan system perpajakan yang baik guna menghimpun dana dari masyarakat dan untuk itu Departemen Keuangan dalam hal ini Direktorat Pajak melaksanakan sistem perpajakan yaitu With Holding System dimana pihak ketiga diberikan kepercayaan untuk melakukan pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak sehubungan dengan imbalan pekerjaan atau jasa atau kegiatan lain yang diterima wajib pajak.
Pajak Penghasilan atas gaji, upah, honorarium, tunjangan, pensiun, kegiatan, dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dipungut melalui sistem pemotongan (with holding system) pada saat penghasilan itu dibayarkan. Potongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dilakukan terhadap orang pribadi wajib pajak dalam negeri. Pemotongan pajak dilakukan oleh pemberi penghasilan. Dan dalam melaksanakan perhitungan haruslah mengikuti Undang-undang Perpajakan dan segala Peraturan Pemerintah yang berlaku guna menjadi pedoman dalam melaksanakan perhitungan pajak.
Sesuai dengan ketentuan pasal 23 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945, pemungutan pajak di Indonesia harus didasarkan pada Undang-undang Perpajakan yang disusun oleh pemerintah dan disetujui oleh rakyat, dimana petunjuk pelaksanaan pemotongan, penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan orang pribadi melalui Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-545/PJ/2000 tanggal 29 Desember 2000 dengan mengubah ketentuan Pasal 21 ayat (8) Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 17 Tahun 2000.
Jumlah yang dipotong pajak untuk setiap bulan merupakan jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya jabatan atau biaya pensiun, iuran pensiun, dan penghasilan tidak kena pajak, dimana jumlahnya bergantung pada keadaan pribadi penerima penghasilan – kawin dan berapa tanggungannya – pada awal tahun pajak. Beberapa jenis potongan yang dilakukan terhadap gaji, selain pajak penghasilan, juga iuran pensiun dan astek. Potongan itu biasanya dilakukan sekaligus oleh perusahaan dan kemudian disetorkan ke Kas Negara atau tempat lain yang ditunjuk.
Berdasarkan hal diatas, pencatatan pembukuan yang baik dan benar juga diperlukan oleh perusahaan sebagai pemberi kerja dan Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21. Disisi lain, tidak jarang ditemui kekeliruan dalam Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang akan disetor, dimana perubahan status wajib pajak orang pribadi (karyawan perusahaan) tidak dapat diakui dalam Undang-undang Perpajakan, seperti halnya perubahan atas status karyawan atas tanggungannya yang terjadi diluar tahun pajak yang bersangkutan. Mengingat setiap karyawan memiliki jabatan dan jumlah tanggungan yang berbeda memungkinkan terjadinya kesalahan atau kekeliruan dalam melaksanakan perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, sehingga tidak jarang perusahaan harus menanggung denda administrasi perpajakan.


2.Tinjauan Pustaka

2.1. Ketentuan Umum Pajak Penghasilan

2.1.1. Definisi Pajak

Banyak para ahli perpajakan yang mengemukakan pendapat mengenai pegertian pajak, salah satu pakar yang terkenal di Indonesia adalah Rochmat Soemitro yang dalam bukunya Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan, mengemukakan Pajak adalah iuran kepada kas Negara berdasarkan undang-undang ( yang dapat dipaksakan ) dengan tidak mendapat jasa imbalan ( kontraprestasi ) yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. P.J.A. Andriani merumuskan pengertian pajak seperti di bawah ini dan dikutip oleh Barata A.A. (2000, hal. 5)Pajak adalah “Iuran kepada negara ( dapat dipaksakan ) yang terhutang oleh wajib pajak membayarnya menurut undang-undang, dengan tiada mendapat prestasi kembali, yang dapat ditunjuk dan gunanya untuk membiayai pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.”

2.1.2. Subjek Pajak Penghasilan
Subjek pajak dapat diartikan sebagai orang yang dituju oleh undang-undang pajak. Entitas sebagai Subjek atau Wajib Pajak menurut ketentuan Pasal 2 Undang-undang Pajak Penghasilan terdapat 4 (empat) kelompok entitas yang merupakan subjek pajak atau wajib pajak untuk Pajak Penghasilan yaitu orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, Badan, terdiri dari PT, CV, perseroan lainnya, BUMN/ BUMD, Firma, kongsi, koperasi dana pension dan lain sebagainya. Bentuk Usaha Tetap (BUT).

2.1.3. Objek Pajak Penghasilan
Objek Pajak Penghasilan (PPh) adalah penghasilan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima maupun yang diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dalam bentuk apapun, sesuai bunyi pasal 4 Nomor 10 tahun 1994 Jis UU Nomor 17 tahun 2000 menyebutkan bahwa yang termasuk dalam objek pajak adalah penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, penghargaan karena prestasi, laba usaha, keuntungan karena penjualan, penghasilan harta, bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengambilan utang, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.

2.2. Pajak Penghasilan 21

2.2.1. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21

Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan pajak yang dipotong oleh pihak lain atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan yang dilakukan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Bagi pegawai atau orang pribadi yang memperoleh penghsilan lain selain penghsilan yang pajaknya telah dibayar atau dipotong dan bersifat final, pada akhir tahun pajak diwajibkan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan) PPh dan atas PPh Pasal 21 yang telah dipotong oleh pemberi kerja dapat dijadikan sebagai kredit pajak atas Pajak Penghasilan yang terutang pada akhir tahun.
Perusahaan / pemberi kerja wajib memotong PPh Pasal 21/26 atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatannya, dengan ketentuan: jika penerima penghasilan adalah Wajib Pajak perorangan dalam negeri dikenakan PPh Pasal 21, jika penerima penghasilan adalah Wajib Pajak perorangan luar negeri dikenakan PPh Pasal 26.

2.2.2. Klasifikasi Pajak Penghasilan Pasal 21
Untuk mempermudah dalam menerapkan dasar pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima oleh karyawan, maka penulis mengklasifikasikan dalam 2 (dua) bagian berdasarkan status karyawan, penerapan biaya jabatan, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan objek pajaknya sebagai berikut:
(a)Karyawan yang berhak mendapatkan biaya jabatan atau biaya pensiun dan PTKP (Penghasilan Bruto - Biaya Jabatan - PTKP = Penghasilan Kena Pajak)
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), adalah pengurangan penghasilan yang diberikan kepada Wajib Pajak orang pribadi selain dari pengurangan biaya jabatan dan iuran yang terkait dengan gaji, dimana PTKP melekat ke orang pribadi maka PTKP tetap setahun meskipun bekerja sebagai karyawan tetap kurang dari setahun (12 bulan). Sesuai Peraturan Menteri Keuangan No. 564/KMK03/2004 Tanggal 29 November 2004 tentang penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, diubah sebagai berikut :
a. Rp 12.000.000 untuk diri Wajib Pajak,
b. Rp 1.200.000 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin,
c. Rp 12.000.000 tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami; Rp 1.200.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Namun tahun 2009 ketentuan tersebut telah diperbaharui pada tanggal 23 September 2008 yaitu dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, dimana ketentuan Pasal 7 diubah sebagai berikut:
a) Rp 15.840.000 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi,
b) Rp 1.320.000 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin,
c) Rp 15.840.000 tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami,
d) Rp 1.320.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) untuk setiap keluarga.


(b) Karyawan yang berhak mendapat PTKP saja
Karyawan yang berhak mendapat PTKP saja adalah karyawan tidak tetap yang terdiri dari: pegawai harian lepas dengan upah harian,mingguan, satuan, borongan, honorarium dan imbalan, penerima Beasiswa, pemagang dan calon pegawai, penerima komisi atas kegiatan multilevel marketing.

2.2.3. Pengenaan Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21
Tarif pajak merupakan persentase tertentu yang digunakan untuk menghitung besarnya Pajak Penghasilan. Tarif Pajak Penghasilan yang berlaku di Indonesia dikelompokkan menjadi dua yaitu tarif umum dan tarif khusus sesuai Pasal 17 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dalam Undang-undang nomor 17 Tahun 2000. Sistem penerapan tarif Pajak Penghasilan sesuai dengan Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 17 Tahun 2000 untuk tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 yang berlaku hingga tahun 2008 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri, yaitu:
Lapisan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 25.000.000,- 5%
Diatas Rp 25.000.000,- s/d Rp 50.000.000,- 10%
Diatas Rp 50.000.000,- s/d Rp 100.0000.000,- 15%
Diatas Rp 100.000.000,- s/d 200.000.000,- 25%
Diatas Rp 200.000.000,- 35%
Namun pada tanggal 23 September 2008 yang akan mulai diberlakukan pada tahun pajak tahun 2009 yaitu dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008, dimana Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri adalah sebagai berikut:
Lapisan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,- 5%
Diatas Rp 50.000.000,- s/d Rp 250.000.000,- 15%
Diatas Rp 250.000.000,- s/d Rp 500.0000.000,- 25%
Diatas Rp 500.0000.000,- 30%


2.3. Kerangka Konseptual

Pencatatan penghasilan karyawan dengan baik dan benar akan membuat perhitungan untuk memotong Pajak Penghasilan Pasal 21 menjadi tepat. Dengan dilaksanakannya pencatatan yang baik dan benar selain dapat memberikan informasi yang akurat juga akan menghindarkan perusahaan dari pengenaan sanki administrasi perpajakan yang berlaku. Untuk itu perusahaan harus melakukan pencatatan dimulai dari pengumpulan bukti status karyawan, pencatatan dan jurnal atas setiap gaji dan upah karyawan sampai dengan pelaporan Surat Pemberitahuan ahunan Pajak Penghasilan Pasal 21

3. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah deskriptif karena memberikan fakta dari prosedur atau kejadian yang terjadi dengan tujuan untuk membuat gambaran secara sistematis dan akurat. Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk menguraikan, menjelaskan, dan menegaskan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan perhitungan, pencatatan, dan pembayaran dan pelaporannya dalam SPT Tahunan dan SPT Masa.
Jenis data yang digunakan adalah data primer, yaitu data yang dikumpulkan berupa data yang belum diolah yang diperoleh secara langsung dari responden selaku objek penelitian, dalam hal ini data yang diperoleh yaitu data yang bersifat kualitatif yang berisi hasil wawancara penulis dengan bagian akuntansi perusahaan bagaimana perusahaan melakukan pencatatan gaji dan upah karyawan serta perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21, dan data sekunder merupakan data pelengkap bagi data primer. Data sekunder diperoleh penulis dari buku besar perusahaan dan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Pasal 21 perusahaan, dan lain-lain. Penelitian ini dilaksanakan di PT. Ika Utama Transfer Express yang beralamat di Kompleks Setiabudi Point No. A7, Medan.





4. Hasil Penelitian

4.1. Pengusaha Kena Pajak

Pengusaha Kena Pajak adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud daru luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean, serta melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1998 dan perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Dalam hal ini PT. Ika Utama Transfer Express merupakan usaha yang berbentuk badan dan telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang diwajibkan untuk melaporkan kegitan usahanya ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku dan diwajibkan membayar kewajiban perpajakan yang terutang atas operasionalnya. Kewajiban perpajakan yang harus dijalankan oleh PT. Ika Utama Transfer Express adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25/29. PPh Pasal 21, Pasal 23, Pasal 25/29 merupakan kewajiban PT. Ika Utama Transfer Express untuk memotong, memungut, menyetor dan melaporkan pajak ke Negara. Dalam hal ini perusahan berkedudukan sebagai pemotong dan / atau pemungut PPh.

4.2. Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 2
Perhitungan PPh Pasal 21 pada prinsipnya sama dengan cara penghitungan pajak penghasilan pada umumnya. Namun dalam menghitung PPh Pasal 21 bagi penerima penghasilan tertentu. Selain pengurangan PTKP juga diberikan pengurangan penghasilan berupa biaya jabatan, dimana hal ini diatur dalam Pasal 21 Undang-undang PPh, Pasal 8 ayat 1 dan ayat 2 Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-545/PJ/2000, bahwa pegawai tetap berhak atas pengurangan berupa biaya jabatan dan PTKP. Data diperoleh dari daftar penghasilan yang diperoleh dari daftar gaji pegawai serta pajak penghasilan dan THR yang diterima oleh pegawai yang bersangkutan. Pajak Penghasilan ditanggung langsung oleh pegawai yang penghasilannya diatas PTKP.
Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada PT. Ika Utama Transfer Express adalah sebagai berikut:
Ibu Roshyka Putri sebagai Direktur (2007)
Gaji Jan-Sept : Rp1.050.000,- x 9 bulan = Rp 9.450.000,-
Gaji Okt-Des : Rp1.100.000,- x 3 bulan = Rp 3.300.000,- ( + )
Total gaji setahun = Rp 12.750.000,-
Ditambah:
THR = Rp 1.100.000,- ( + )
Penghasilan bruto setahun = Rp 13.850.000,-
Dikurangi:
- Biaya jabatan atas gaji:
5% x Rp 12.750.000,- = Rp 637.500,-
- Biaya jabatan atas THR:
5% x Rp 1.100.000,- = Rp 55.000,- ( + )
Total biaya jabatan = Rp 692.500,- ( - )
Penghasilan Netto = Rp 13.157.500,-
- Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Setahun:
Dengan status K/0, maka:
Untuk WP sendiri = Rp 13.200.000,-
Dalam hal ini WP tidak dapat dikenakan Penghasilan Kena Pajak (PKP) karena penghasilan nettonya tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Namun pada tahun 2008 terjadi perubahan pada kasus Ibu Roshyka Putri yang menjabat sebagai direktur pada PT. Ika Utama Transfer Express, dimana perhitungannya adalah sebagai berikut:
Gaji Jan-Feb : Rp1.600.000,- x 2 bulan = Rp 3.200.000,-
Gaji Mar-Mei : Rp1.700.000,- x 3 bulan = Rp 5.100.000,-
Gaji Jun-Des : Rp 1.800.000,- x 7 bulan = Rp 12.600.000,- ( + )
Total gaji setahun = Rp 20.900.000,-
Ditambah:
THR = Rp 1.800.000,- ( + )
Penghasilan bruto setahun = Rp 21.565.000,-
Dikurangi:
- Biaya jabatan atas gaji:
5% x Rp 20.900.000,- = Rp 1.045.500,-
- Biaya jabatan atas THR:
5% x Rp 1.800.000,- = Rp 90.000,- ( + )
Total biaya jabatan = Rp 1.135.0000,- ( - )
Penghasilan Netto = Rp 21.565.000,-
- Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Setahun:
Dengan status K/3, maka:
Untuk WP sendiri = Rp 13.200.000,-
Tambahan (3 orang tanggungan):
3 x Rp 1.200.000,- = Rp 3.600.000,- ( + )
Total PTKP (setahun) Rp16.800.000, (+)
PKP Rp 4.765.000,-
PPh Pasal 21 terutang:
5% x Rp 4.765.000,- = Rp 238.250,-
PPh Pasal 21 sebulan : Rp 238.250,- : 12 = Rp 19.854,-

4.3. Mekanisme Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21

Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas karyawan pada PT. Ika Utama Transfer Express adalah: perusahaan membayar gaji karyawan berdasarkan besarnya jumlah gaji yang tertera pada slip gaji setiap bulannya yang berupa total gaji sebulan, menghitung besarnya pajak penghasilan berdasarkan statusnya yaitu sudah kawin atau belum/ tidak kawin dan jugga sudah punya anak/ tanggungan atau belum punya anak untuk membantu proses penetapan Pajak Penghasilan, perhitungan biaya jabatan pada pegawai telah dilakukan sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yaitu sebesar 5% dan maksimum Rp 1.296.000,- , pembayaran Pajak Penghasilan dilakukan setiap bulan tanpa memotong penghasilan karyawan. Dengan kata lain, perusahaan memberikan tunjangan PPh Pasal 21 kepada karyawan, perusahaan menetapkan bahwa perusahaan menggunakan pembayaran pajak dengan cara bulanan yaitu dengan menngunakan SPT Masa, perusahaan dalam menentukan Pajak Penghasilan, menggunakan pembukuan dan hal ini ditandai dengan penggunaan daftar gaji para karyawan.

5. Kesimpulan dan Saran

5.1. Kesimpulan


Setelah penulis melakukan penelitian pada PT. Ika Utama Transfer Express, maka penulis dapat menganalisa dan mengevaluasi mengenai kebijaksanaan yang diterapkan dalam penetapan Pajak Penghasilan Pasal 21 serta mengkaji aspek-aspek yang terkait langsung dalam perhitungan PPh Pasal 21 atas gaji yang diperoleh karyawan. Maka diakhir penulisan ini penulis menarik kesimpulan bahwa dalam melakukan perhitungan PPh Pasal 21 telah dilakukan dengan benar, namun dari sisi administrasi perpajakan dan pada pengenaan pajak penghasilan terhadap direktur perusahaan terdapat kesalahan penerapan penghitungan PPh. Dukungan terhadap kesimpulan ini berdasarkan pada kondisi-kondisi yang dinyatakan dibawah ini:
1. alamat perusahaan hingga saat ini masih menggunakan lokasi kantor yang pertama yaitu di Jalan Kenanga No. 27 yang berada di wilayah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia. Sedangkan perusahaan sudah pindah lokasi di Komplek Setiabudi Point A7 yang merupakan wilayah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat,
2. pada daftar gaji yang dipresentasikan melalui buku besar, penulis menyatakan telah sesuai dengan kebutuhan pencatatan biaya gaji,
3. pada SPT Tahunan 2007 pada bukti potong yang dilampirkan untuk direktur perusahaan tidak dapat dilihat bahwa status direktur perusahaan adalah K/0, sedangkan pada tahun 2008 status berubah menjadi K/3.
Sementara berdasarkan hasil wawancara penulis dengan bagian akuntansi bahwa direktur perusahaan memiliki suami yang bekerja pada perusahaan lain dan perusahaan tempat suaminya tersebut telah memberikan pengurangan penghasilan sesuai dengan statusnya K/. Namun PT. Ika Utama Transfer Express juga melakukan potongan yang sama pada Ibu Roshyka yaitu K/3, sehingga dapat dinyatakan bahwa telah terjadi pengurangan sebanyak dua kali atas tanggungan dalam penghasilan mereka.

5.2. Saran

Berdasarkan kelemahan-kelemahan yang dikemukakan diatas oleh penulis, penulis mencoba memberikan saran yang mungkin akan berguna bagi perusahaan dalam melaksanakan kewajibannya sebagai Wajib Pajak, antara lain:
1. sebaiknya perusahaan melakukan Pembetulan untuk SPT Tahunan 2008 dimana telah terjadi kesalahan penerapan pengenaan Pajak Penghasilan pada direktur perusahaan karena ditempat suaminya bekerja ketiga anak mereka telah diakui sebagai tanggungan suami.
2. kepada suami dari Ibu Roshyka sendiri sebaiknya melaporkan ke perusahaan tempatnya bekerja bahwa beliau memiliki istri yang memperoleh penghasilan dari tempat lain agar untuk SPT Tahunan Pasal 21 tahun berikutnya dilakukan perhitungan yang baik dan benar.
Dan sebagai saran tambahan yang diberikan penulis dalam skripsi ini adalah sebaiknya perusahaan melaporkan kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat perusahaan sekarang berlokasi tentang adanya perubahan alamat perusahaan. Hal ini untuk memudahkan penyampaian informasi dari Kantor Pelayanan Pajak ke Wajib Pajak.



Sumber : http://akuntansi.usu.ac.id/jurnal-akuntansi-31.html
 

Blogger Depi Copyright © 2011 Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by web hosting