Kamis, 20 Juni 2013

TULISAN 12 : AKUNTANSI INTERNASIONAL

Diposting oleh depi di 09.58 0 komentar


Minim SDM Pajak Picu 4.000 Perusahaan Multinasional Mangkir Pajak
Liputan6.com, Jakarta : Sekretaris Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan, Dedi Rudaedi mengakui keterbatasan jumlah pegawai pajak untuk melakukan fungsi pemeriksaan menjadi salah satu pemicu mangkirnya pembayaran pajak dari 4.000 perusahaan multinasional.
Kabar mengenai 4.000 perusahaan multinasional yang mangkir membayar pajak pertama kali diungkapkan mantan Menteri Keuangan yang beralih tugas menjadi gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo.
Kala itu, terungkap sekitar 4.000 perusahaan multinasional yang berbasis di Indonesia tidak membayar pajak. Lebih parah lagi, perusahaan berskala internasional itu diketahui telah mangkir pajak selama tujuh tahun.
Sejumlah perusahaan multinasional kerap melakukan praktik profit shifting atau peralihan laba dengan membayar pajak lebih rendah dari yang seharusnya.
"Bukan akibat transfer pricing, tapi memang tidak diperiksa atau tersentuh karena keterbatasan kapasitas kami. Maka dari itu kami berupaya merekrut pegawai untuk meningkatkan unsur kualitas dan bisa memeriksa pajak mereka (perusahaan) sampai detail," ucap dia di Jakarta, Kamis (25/4/2013).
Dedi menjelaskan, untuk memeriksa dan mengawasi tindakan wajib pajak, institusinya mengaku membutuhkan waktu yang cukup lama. Dengan keterbatasan personil pajak, dia mengakui, pemerintkasaan menyeluruh terhadap 4.000 perusahaan tersebut pun belum tentu dapat tercover seluruhnya.
"Tahun ini kami akan coba periksa perusahaan-perusahaan itu apakah memang melakukan transfer pricing, atau mungkin karena ada permasalahan lain. Tapi itu pun belum bisa diperiksa semua karena pegawai terbatas," jelas dia.
Dedi pun menerangkan, bila pegawai pajak memiliki target memeriksa SPT LB (lebih bayar) dengan jangka waktu 12 bulan. "Pemeriksaan fokusnya pada ke SPT LB karena kalau tidak selesai dalam waktu 12 bulan, pegawai akan dihukum. Jadi pemikiran mereka dari pada kena hukum lebih baik mengerjakan pajak itu," tuturnya.
Sayangnya, ketika dikonfirmasi mengenai kerugian penerimaan negara dari pajak akibat pengemplangan yang dilakukan 4.000 perusahaan multinasional selama 7 tahun, dia belum bersedia menyebut jumlahnya. (Fik/Shd)


Opini :
Penyebab dari mangkirnya 4.000 perusahaan multinasional dari pajak adalah kurangnya jumlah pegawai pajak untuk memeriksa pajak perusahaan multinasional itu sendiri. Menurut Dedi butuh waktu yang cukup lama untuk memeriksa dan mengawasi tindakan wajib pajak, bahkan untuk pemeriksaan menyeluruh terhadap 4.000 perusahaan tersebut pun belum tentu dapat tercover seluruhnya. Dan akibat dari mangkirnya 4.000 perusahaan multinasional dari pajak, maka Negara mengalami kerugian penerimaan dari pajak. Supaya kejadian ini tidak terulang lagi maka bagian pajak dapat menambah pegawai pajak lagi dan tentunya yang bisa mengerjakan tugas ini dengan baik.

TULISAN 11 : AKUNTANSI INTERNASIONAL

Diposting oleh depi di 09.56 0 komentar


Bursa Terapkan Standar Baru Laporan Keuangan Emiten
TEMPO.CO, Jakarta - Bursa Efek Indonesia tengah menyiapkan standardisasi laporan keuangan emiten. Untuk menyusun standar baru itu, BEI menerapkan sistem eXtensible Business Reporting Language (XBRL).

"Tujuan kami agar laporan keuangan para emiten sesuai dengan standar laporan keuangan yang berlaku secara internasional,” kata Direktur Informasi dan Teknologi BEI, Adikin Basirun, ketika ditemui di Gedung Bursa, Senin, 11 November 2012.

Ia menjelaskan, dengan sistem XBRL ini laporan keuangan para emiten akan lebih terstruktur dan dapat diakses secara elektronik. Dengan demikian, data yang masuk dapat diolah lebih mudah dan dianalisis lebih dalam oleh investor yang ingin mencari informasi soal emiten yang dilirik.

Adikin menambahkan, saat ini, untuk mencari tahu dan menganalisis saham perusahaan tertentu, para investor masih melakukannya secara manual. “Sementara, dengan sistem baru ini para investor cukup menjaring beberapa informasi yang ingin ia ketahui soal perusahaan tersebut berdasar sektor-sektor yang dikategorikan.”

Menurut dia, sistem ini perlu segera diterapkan. Hal ini mengingat ke depan hampir seluruh pasar modal di dunia menggunakan sistem tersebut."Sekarang sudah 60 persen yang pakai," Adikin menambahkan.

Adikin mengatakan, rencananya, tahun depan Bursa akan mengkaji lebih dalam untuk menyiapkan infrastruktur yang akan dibutuhkan. BEI juga menyiapkan sosialisasi kepada emiten dan investor. “Anggaran untuk kajian penerapan program tersebut pun sudah masuk ke anggaran 2013 dalam pos pengembangan usaha.”

Hanya saja, menurut dia, besarannya belum dapat ditentukan. Sebab, sebelum mengetahui angka besarannya, harus didapatkan dulu gambaran matang dari kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan untuk menunjang sistem baru tersebut.

Ia menambahkan, dari sisi infrastruktur dan sistem teknologi, kemungkinan tidak membutuhkan waktu terlalu lama. Hambatan lain yang dikhawatirkan justru masalah nonteknis seperti penyesuaian peraturan dari tingkat bawah hingga atas, dan hal-hal seperti sosialisasi proses pembelajaran.


Opini :
Dalam dunia bisnis, laporan keuangan adalah salah satu tolak ukur yang menggambarkan sejauh mana kinerja suatu bisnis. Dan membantu para investor dan yang lainnya untuk mendapatkan informasi  dari suatu bisnis. Menurut saya mengapa BEI menerapakan sistem eXtensible Business Reporting Language (XBRL) untuk menyusun standarisasi laporan keuangan emiten itu, karena sistem XBRL merupakan salah satu alternatif sistem pelaporan keuangan yang menawarkan berbagai kelebihan seperti realtime, low cost, borderless, lebih cepat dan memungkinkan adanya interaksi yang tinggi. Dengan XBRL, investor dapat lebih cepat mengakses informasi soal emiten yang dilirik.maka dari itu pihak BEI ingin segera menerapkan sistem ini, karena untuk ke depan hampir seluruh pasar modal di dunia menggunakan sistem tersebut.

TULISAN 10 : AKUNTANSI INTERNASIONAL

Diposting oleh depi di 08.20 0 komentar


Harmonisasi Standarisasi Masih Sulit Terealisasi di ASEAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Harmonisasi penerapan standardisasi hingga kini masih menuai banyak kendala di negara-negara ASEAN.
Chairman DEVCO ISO Bambang Setiadi, mengatakan, sebenarnya keinginan mengimplementasikan standarisasi di ASEAN sudah mulai berjalan dengan adanya proposal untuk nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU).
Namun karena “egoisme” dari masing-masing negara, implementasinya masih terus menjadi kendala hingga kini.
“Banyak negara yang masih menunda-nunda terjadinya harmonisasi standarisasi ini, dengan berbagai alasan. Termasuk melindungi produk domestiknya dari produk luar negeri,” kata Bambang saat bincang-bincang dengan wartawan usai menerima kunjungan Sekeretaris Jenderal ISO, Rob Steele di Jakarta, Senin (16/7/2012).
Lebih lanjut, mantan Kepala Badan Standarisasi Nasional (BSN) ini mengakui hal ini memang terkadang terbentur dengan keharusan merubah undang-undang.
Namun, adalah penting dan mendesak pemberian pengertian kepada regulator mengenai betapa pentingnya standarisasi terhadap pertumbuhan perdagangan di masing-masing negara.
Di tempat sama, Sekeretaris Jenderal ISO, Rob Steele, mengatakan bahwa dengan adanya harmonisasi standarisasi antarnegara dipercaya dapat meningkatkan minimal satu persen Produk Domestik Bruto (PDB).
Pun tentu saja transaksi perdagangan antar negara dapat meningkat, baik dari sisi volume maupun nilainya.
Idealnya, kata Rob, memang standarisasi dapat diterapkan secara Internasional. Namun sebagai pemula, tentu saja dapat dilakukan secara regional terlebih dahulu.


Opini :
Sulitnya harmonisasi standarisasi di ASEAN kanera sifat egoisme pada masing-masing Negara itu menurut saya wajar, karena setiap Negara mempunyai berbagai alasan termasuk melindungi produk domestiknya dari produk luar negeri. Namun jika masalah ini tidak cepat diselesaikan maka akan semakin lama juga untuk mengharmonisasikan standarisasi di ASEAN. Jika dengan adanya harmonisasi standarisasi antar negara dipercaya dapat meningkatkan minimal satu persen Produk Domestik Bruto (PDB) dan transaksi perdagangan antar negara dapat meningkat, baik dari sisi volume maupun nilainya. maka pihak-pihak yang bersangkutan, saya harap dapat menemukan solusi yang tepat.

TULISAN 9 : AKUNTANSI INTERNASIONAL

Diposting oleh depi di 08.16 0 komentar




Jokowi Punya Cara Menekan Inflasi di Jakarta


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Selama menjabat sebagai Wali Kota Solo, Jokowi berhasil menekan tingkat inflasi yakni 1,93 persen jika dibandingkan inflasi nasional yakni 3,79 persen pada tahun 2011. Calon Gubernur DKI Jakarta ini pun menegaskan bukan tidak mungkin hal yang sama akan dilakukannya di Jakarta untuk menekan inflasi di ibukota, jika terpilih pada 11 Juli nanti.

Jokowi menjelaskan mengendalikan inflasi adalah pekerjaan lapangan. Menurutnya ada dua hal penting dalam mengendalikan inflasi, yakni manajemen pasokan dan manajemen arus distribusi barang.

"Manajemen pasokan itu selalu ada stok. Kemudian manajemen distribusi barang, harus tahu lapangan. Jadi tahu dimana gudang, tengkulaknya, stok berapa, selalu terkontrol dan termonitor," ujar Jokowi, Kamis (17/5/2012) malam saat ditemui di kawasan Matraman Jakarta Timur.

Jokowi menambahkan, asalkan mengerti dimana titik-titiknya saat di lapangan, maka inflasi dapat dikendalikan. Jokowi pun menegaskan kiatnya mengendalikan inflasi di Solo sangat mungkin diterapkan di Jakarta. "Asal menguasai medan lapangan, sangat mungkin diterapkan (di Jakarta). Kenapa tidak?" tandasnya.


Opini :
Seperti yang dikatakan bapak Jokowi bahwa untuk mengendalikan inflasi , terdapat dua hal penting dalam mengendalikan inflasi, yakni manajemen pasokan dan manajemen arus distribusi barang. Bapak jokowi juga mengatakan asalkan mengerti dimana titik-titiknya saat di lapangan, maka inflasi dapat dikendalikan. Walaupun kota solo dan Jakarta berbeda tetapi saya berharap bapak jokowi bisa juga menekan inflasi Jakarta seperti yang beliau lakukan di kota solo.
 

Blogger Depi Copyright © 2011 Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by web hosting