Tujuan
awal mendirikan perusahaan negara dan nasionalisasi menurut Bung Karno adalah
untuk mendorong perekonomian nasional. Sederatan perusahaan Belanda
dinasionalisasi seperti PT Kereta Api atau Djawatan Kerera Api (UU 71/1957), PT
Pos (Djawatan Pos), PT Garuda Indonesia Airways, Perusahaan Negara (PN)
Telekomunikasi dan lain lain
Secara
historis, Indonesia mewarisi sekitar 600 perusahaan asing hasil dari sitaan
atau nasionalisasi kepemilikan dari penjajah (belanda) mencakup perusahaan di
bidang pertambangan, bisnis perdagangan, perbankan, asuransi, komunikasi dan
konstruksi. Bung Karno kemudian mengambil kebijakan dengan melibatkan para
militer demi kepentingan loyalitas militer pada pemerintah Orla dalam mengelola
BUMN, restrukturisasi pertama pada BUMN dilakukan dan menghasilkan 233
perusahaan BUMN.
Dalam
perjalanannya, BUMN beroperasi dengan dukungan fasilitas penuh baik dari aspek
modal, perlakuan maupun sektoral. Masyarakat sangat berharap mendapatkan
manfaat dari keberadaan BUMN. Namun akibat dominannya peran negara menjadikan
BUMN sebagai kepanjangan tangan penguasa yang sarat kepentingan politik.
Sehingga menjadikan salah satu sebab mengapa BUMN tidak bisa berkembang
sebagaimana layaknya badan usaha.
Menengok Cultur BUMN
Sebenarnya
keberadaan BUMN sangat diuntungkan, karena memiliki kekuatan yang lebih baik
dibandingkan perusahaan swasta pada umumnya. Jumlah dan nilai asset BUMN sangat
besar, posisi dan bidang usaha cukup strategis, akses ke kekuasaan lebih besar,
akses ke sumber pendanaan, khususnya bank pemerintah lebih besar dan perlakuan
birokrasi berbeda dengan swasta.
Banyak
pihak berpendapat bahwa suasana kerja di BUMN hangat dan kekeluargaan. Perilaku
orangnya santun dan hormat satu sama lain, khususnya kepada para senior. Budaya
unggah-ungguh sangat kental. Protokoler ketat dan ada perlakuan yang sangat
khusus bagi pemimpin. Memiliki kebiasaan cenderung menghindari konflik yang
dipicu oleh budaya senioritas yang kental. Berbeda dengan di swasta yaitu lebih
terbiasa berbeda pendapat dan berani berargumen. Umumnya loyalitas yang terjadi
lebih kepada atasan dibanding kepada perusahaan. Permasalahannya adalah apabila
kinerja dan kredibilitas atasannya bagus, mungkin tidak jadi persoalan. Namun
jika sebaliknya tentu menjadi persoalan tersendiri.
Anggapan
masyarakat yang melekat selama ini, adalah budaya kerja di BUMN dipandang tidak
kondusif, bersifat menunggu, tidak kreatif, tidak berpikir global, sangat
birokratis, sangat sentralistis, dan struktur disusun tidak berdasarkan
kompetensi. Proses bisnis BUMN kebanyakan belum teratur dan tidak
teradministrasikan dengan baik. Melihat begitu kuat stigma buruk di BUMN maka
BUMN harus didorong berubah. Sehingga diperlukan strategi yang tepat agar
ketika melakukan perubahan tidak menimbulkan guncangan pada BUMN itu sendiri.
BUMN
harus tetap dipertahankan sebagai agent of development, namun demikian
BUMN juga dituntut dapat mampu berdiri sendiri sehingga pertumbuhan dan
perkembangan BUMN dapat seperti organisasi profit yang mampu menyesuaikan diri
dengan mekanisme pasar. Budaya kerja yang kurang baik di BUMN harus segera
dibenahi. Agar bisa sukses dalam melakukan perubahan, pemimpin BUMN butuh
condition of success. Dalam hal ini harus ada dukungan dari pemegang saham dan
karyawan yang ada terutama orang-orang yang siap menjadi agen perubahan.
Dalam
pembenahan BUMN, yang terpenting adalah, bagaimana corporate governance
dapat dilaksanakan dengan baik dan benar sehingga mampu merubah budaya kurang
baik menjadi sebaliknya. Harus jelas akan dibawa kemana arah BUMN sehingga
diperlukan rencana setrategic yang matang. Pelaksanaan manajemen risiko yang
baik serta didukung proses control yang transparan.
Di
BUMN biasanya penyampaian pendapat masih sangat struktural dan birokratis. Oleh
karena itu pemimpin BUMN harus bisa dan bersedia menjadi role model. Harus bisa
mengajak bawahan untuk open discussion atau open communication.
Komunikasi harus dibuat mengalir, tidak kaku dan tidak terkesan feodal. Perlu challenge
karyawan untuk berani mengungkapkan pemikirannya, jangan hanya ABS “asal bapak
senang”.
Para
shareholder harus independen dalam memutuskan siapa yang berhak memimpin BUMN.
Shareholder diharapkan dapat menempatkan orang di tempat yang tepat. Kalau
memang CEO dinilai tidak layak karena prestasi Perusahaan menurun, shareholder
bisa menggantinya tanpa ada rasa takut dari kelompok yang berpengaruh.
Sebaiknya
pemimpin BUMN hanya bertanggung jawab pada shareholder. pemimpin BUMN
hanya bisa dipanggil pada saat rapat umum pemegang saham. Tidak ada lagi
kepentingan DPR memanggil sebagai pimpinan BUMN yang notabene sebagai
profesional atau eksekutif dalam BUMN. DPR cukup memanggil pemegang sahamnya saja.
Paling tidak, kehadiran pemimpin BUMN hanya sebagai pendukung.
Dalam
hal kepintaran dan kecerdasan sebenarnya SDM BUMN tidak kalah dari orang-orang
swasta. Namun yang terpenting adalah bagaimana membuka cara berpikir mereka
agar menonjol jiwa entrepreneurship, profesionalisme, dan menjunjung tinggi
budaya kerja good corporate governance.
Bukan
eranya surat-surat sakti beredar dan merecoki proses kerja BUMN. Terlalu banyak
kepentingan yang ingin ikut bermain di dalamnya. Apalagi di BUMN besar dengan
potensi aset luar biasa, sangat rentan, sebab banyak pihak yang merasa
berkepentingan.
Yang
terpenting adalah pembenahan di BUMN harus dilandasi semangat yang sama untuk
berubah. Komitmen dan konsistensi melaksanakan GCG tidak hanya sekedar
formalitas dan kepatuhan namun dapat dilaksanakan atas dasar kebutuhan untuk
memperbaiki diri. Perlu diberikan kesempatan creating and adding value plus
getting profit kepada BUMN, sehingga visi dan misi BUMN dapat dicapai
secara kongkrit. Harapannya adalah sebagai agent pembangunan, BUMN mampu
bekerja secara efisien, efektif, profesional, mampu berdiri sendiri dan dapat
bersaing dalam percaturan bisnis internasional. Keberadaan BUMN tidak boleh
menggerogoti keuangan negara namun justru bermanfaat bagi masyarakat dan perekonomian
bangsa.
Sumber : http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2012/09/27/merubah-budaya-bumn-harus-komitmen-menjalankan-gcg/
(diunduh pada tgl 29/10/2012)
(diunduh pada tgl 29/10/2012)
0 komentar:
Posting Komentar